Arah kebijakan dan pokok – pokok pegaraman
Arah kebijakan pokok-pokok pengaturan pegaraman nasional dituangkan ke dalam Keputusan Presiden Nomor 69/1994, tentang Pengadaan Garam Beryodium, Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 77/M/SK/5/1995, mengenai Persyaratan Teknis, Pengolahan, Pengemasan dan Pelabelan Garam Beryodium; SK. Memperindag Nomor 230./MPP/Kep/1997 yaitu Importir Produsen (IP) yang digunakan sebagai bahan baku indrustri dan tidak dapat diperjual belikan ke pasaran bebas; Inpres Nomor 2. Tahun 1998 tentang Perdagangan Antar Daerah Tingkat II/Pulau dan beberapa keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Arah kebijakan pegaram nasional menurut peraturan perundang-undangan tersebut adalah :
a. Kepres Nomor 69 / 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium yang menetapkan bahwa :
- Garam yang diperdagangkan untuk keperluan konsumsi manusia atau ternak, pengasinan ikan atau bahan penolong industry pangan adalah garam beryodium yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
- Garam beryodium yang diperdagangkan wajib dikemas dan diberi label.
b. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 77/M/SK/5/1995 mengenai persyaratan teknis pengelolaan, pengemasan dan pelabelan garam beryodium dengan mekanisme sebagai berikut :
- Usaha industry pengolahan garam beryodium terdiri dari (a) usaha industri pencucian garam dan (b) usaha industri iodisasi garam dan harus dilakukan di sentra-sentra produksi garam, (c) Usaha industry iodisasi , pengemasan dan pelabelan usaha ini dapat dilakukan di luar sentra produksi garam.
- Bagi perusahaan yang bergerak pada usaha pencucian dan iodisasi garam harus memiliki fasilitas pengolahan (pencucian dan iodisasi).
- Bagi perusahaan yang hanya melakukan iodisasi garam (iodisasi, pengemasan dan pelabelan) harus memiliki industry / peralatan yang ditetapkan dan jaminan suplai bahan baku dari perusahaan pencucian.
c. Kebijakan tata niaga garam yang didasarkan pada SK. Menperindak Nomor 230/MPP/Kep/1997 yaitu Importir Produsen (IP) yang digunakan sebagai bahan baku industry dan tidak dapat diperjual belikan kepasaran secara bebas.
d. Inpres Nomor 2. Tahun 1998 tentang Perdagangan Antar Daerah Tingkat II/Pulau:
- Tidak melarang perdagangan barang/komoditi antar daerah tingkat I dan antar daerah tingkat II.
- Tidak Melakukan Kebijakan tata niaga barang/komoditi di masing-masing daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
- Melaksanakan seluruh kebijakan dan ketentuan perdagangan dalam negeri yang hanya dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
e. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.01/2003, tanggal 18 Desember 2003 tentang penetapan Sistem Klasifikasi Barang Impor, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.01/2003, tanggal 18 Desember 2003 tentang Penetapan Bea Masuk Atas Barang Impor serta Keputusan Menteri Keuangan 456/ KMK.01/2003 tentang Penetapan Tarif atas Barrang Impor dalam rangka skema Common Effektive Preferential Tarif (CEPT) for AFTA. Impor garam (termasuk garam meja dan didenaturasi) dan natrium khlorida murni dalam larutan air atau mengandung bahan anti caking atau free-flowing maupun tidak; air laut (pos tariff 25.01) dengan perincian sebagai berikut:
- Pos tarif 2501.00.10.00 meliputi:
Garam meja, garam tambang (tidak diproses, padatan atau larutan air), bea masuk impor umum (10%), CEPT (5%), PPN (10%) dan PPnBM (0%).
- Pos tariff 2501.00.21.00 meliputi:
Garam mengandung Natrium Khlorida paling sedikit 94,7 % dihitung dari basis kering dalam kemasan bersih 50 kg atau lebih, bea masuk umum (15%), CEPT (5%), PPN (10%) dan PPnBM (0%).
- Pos tariff 2501.00.29.00 meliputi:
Garam lainnya yang mengandung Natrium Khlorida paling sedikit 96%, dalam bentuk curah, bea masuk impor umum (15%), CEPT (5%), PPN (10%) dan PPnBM (0%).
- Pos tariff 2501.00.31.00 meliputi:
Garam murni, bea masuk impor (0%), PPN (10%), PPnBM (0%).
- Pos tarrif 2501.00.32.00 meliputi:
Lain-lain dalam kemasan 50 kg atau lebih, bea masuk impor umum (0%), CEPT (0%), PPN (10%), PPnBM (0%).
- Pos tariff 2501.00.33.00 meliputi:
Lain-lain dalam kemasan kurang dari 50 kg, bea masuk impor umum (0%), CEPT (0%), PPN (10%), PPnBM (0%).
- Pos tariff 2501.00.90.00 meliputi:
Lain-lain, bea masuk impor umum (0%), CEPT (0%), PPN (10%), PPnBM (0%).
Kebijakan yang perlu dikembangan.
Kebijakan pegaraman nasional belum menyentuh permasalahan umum yang mendasar, yaitu pemberdayaan garam rakyat dan pembangunan industry garam nasional yang kokoh dan mampu memenuhi kebutuhan garam nasional baik untuk konsumsi maupun industri. Oleh karena itu, kebijakan pegaram nasional kedepan perlu diarahkan pada Pemberdayaan garam rakyat dan Pembangunan Model Pegaraman Nasional.
Untuk itu, arah kebijakan dan pengaturan garam nasional perlu dikembangkan dan difokuskan pada kebijakan yang bersifat makro maupun mikro.
1. Kebijakan Makro
Kebijakan di tingkat makro diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Pengembangan Tata Ruang Pesisir diikuti penataan lahan garam dalam rangka optimalisasi lahan pesisir dan keseimbangan ekosistem perairan pesisir.
b. Penataan ulang tata niaga garam impor khususnya garam untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga dan aneka pangan, antara lain dalam menetapkan tata niaga impor garam disamping memperhatikan masa panen raya garam juga perlu memperhatikan stock garam rakyat.
c. Penerapan kewajiban pembelian garam rakyat bagi pengusaha garam yang dapat ijin impor garam konsumsi dari pemerintah.
d. Perlunya pembebanan bea masuk dan pajak untuk impor garam konsumsi dan aneka pangan agar garam rakyat lebih kompetitif.
e. Penciptaan iklim usaha yang kondusif antara lain melalui review dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum serta perlindungan usaha terhadap persaingan yang tidak sehat; pengembangan kebijakan fiscal dan perpajakan; pemberian intensif dan kemudahan untuk mengembangkan system dan jaringan lembaga pedukung keuangan maasyarakat; peningkatan kapasitas kelembagaan garam rakyat.
f. Pengembangan dan peningkatan teknologi tepat guna baik untuk garam rakyat maupun industry garam bersekala besar.
2. Kebijakan Mikro
Kebijakan ditingkat mikro harus diarahkan pada hal-hal sebagai berikut :
a. Peningkatan produktifitas dan kualitas garam nasional melalui :
- Pengembangan lahan-lahan pegaraman baru (ekstensifikasi) di Kabupaten Lombok Timur dan Sumbawa (NTB), Kabupaten Kupang, Ngada, Sumba Barat dan Manggarai (NTT), Kabupaten Jeneponto dan Takalar (Sulawesi Selatan), Kabupaten Parigi Moutong (Selawesi Tengah)
- Intensifikasi tambak garam di Pulau Jawa, untuk peningkatan produktifitas lahan dan kualitas garam dengan melakukan alih teknologi, pelatihan, penyuluhan dan bimbingan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengolahan tambak garam.
- Pengembangan ekstensifikasi dan intensifikasi tambak garam dengan tetap mengacu pada kaidah kelestarian ekosistem pesisir.
- Penyaluran dan perbaikan sarana produksi secara efisien sehingga pembudidaya garam memperoleh dengan mudah, murah dan dalam jumlah yang cukup serta waktu yang tepat.
- Pengembangan sarana produksi khususnya dalam penjaminan kontinyuitas bahan baku dalam jumlah yang cukup;
- Fasilitas kredit permodalan untuk membeli sarana produksi dan pemeliharaan tambak garam/pematang dan saluran air laut;
- Pengkajian skema bantuan permodalan pembudidaya garam khususnya dalam persiapan pengolahan lahan garam dan manajemen air laut agar memperoleh air laut dalam jumlah yang cukup sepanjang musim kemarau (khususnya dalam pemeliharaan saluran air) serta pembangunan gudang garam di ladang-ladang garam.
b. Pengembangan garam terintegrasi yaitu melalui pengembangan garam dalam satu hamparan lahan tambak dengan penerapan asas skala ekonomi usaha melalui kerjasama kelompok, peningkatan dan penguasaan perangkat strategis dalam pengembangan system komoditas garam seperti proses penyiapan lahan tambak garam, pengolahan air laut, kristalisasi, pungutan garam, proses pencucian, iodisasi dan pemasaran hasilnya, termasuk diversifikasi produk-produknya atau pengusahaan garam bersama dengan pembudidaya ikan atau artemia.
c. Pengembangan kelembagaan pembudidaya garam, melalui pengembangan forum komukasi dan kerjasama antar departemen dan antar daerah dalam menangani permasalahan garam nasional baik dalam masalah produksi, pemasaran dan distribusinya.
d. Pengembangan organisasi pembudidaya garam rakyat dalam rangka peningkatan posisi tawar.
e. Pengembangan pasar dan distribusi, melalui pengembangan depo-depo pemasaran garam rakyat, pengembangan kemitraan pemasaran melalui pendekatan kelembagaan dan manajemen bisnisnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Aris Kabul, 2011. Ramsol,Dirjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia , Jakarta.
- Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu 2002. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati. Proyek Riset Kelautan dan Perikanan .
- Pemberdayaan Garam Rakyat.2003. Direktorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan
(Drajat, S.Pi, Widyaiswara BPPP Tegal)
< Prev | Next > |
---|