Dalam dekade terakhir ini konsepsi ekonomi biru semakin sering diperbincangkan sebagai alternatif kebijakan dalam mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Konsep ekonomi biru pertama kali diperkenalkan oleh Gunter Pauli, Pendiri Zero Emissions Research Institute, pada bukunya (2010) yang berjudul “Blue Economy: 10 Years-100 initiatives-100 Milion Jobs” buku ini mengungkapkan tujuan akhir dari model ekonomi biru, yang akan menggeser masyarakat dari kelangkaan menuju kelimpahan dengan apa yang dimiliki, beberapa prinsip pokok pemikiran Gunter Pauli terkait konsep ekonomi biru, setidaknya mengacu pada efesiensi sumber daya, nirlimbah (zero waste), inklusi sosial, pemerataan sosial dan kesempatan kerja bagi orang miskin, inovasi dan adaptasi serta efek ekonomi pengganda.
Presiden RI dalam Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB di Rio de Janeiro, Brasil, Juni 2012, menawarkan gagasan akan perlunya dikembangkan blue economy dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, ajakan kepada dunia agar berpaling ke laut dan guna mendorong kesadaran global terhadap pengelolaan laut dan sumber daya pesisir. Prinsip ekonomi biru dinilai tepat dalam membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, sehingga dapat terwujudnya pembangunan berkelanjutan secara terpadu dan selaras dengan upaya pengentasan kemiskinan, gagasan tersebut mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi dari masyarakat internasional.
Bagi Indonesia pengembangan ekonomi biru bukanlah tanpa alasan, mengingat luas laut Indonesia lebih kurang 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah RI dengan garis pantai sepanjang 95.181 km atau terpanjang kedua didunia setelah Kanada, dengan potensi sumberdaya, terutama sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitas.
Konsep Ekonomi biru tersebut selaras dengan visi Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Tegal yakni “ Penghasil tenaga perikanan professional terdepan“, dengan salah satu tujuannya adalah “Bertanggungjawab terhadap Lingkungan dan kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan”, sehingga untuk memaksimalkan visi dan memberikan pemahaman kepada pegawai BPPP Tegal mengenaikonsep Ekonomi biru, pada hari jum’at tanggal 8 Februari 2013 dilaksanakan kegiatan seminar mengenai Ekonomi Biru dengan narasumber Sekretaris Dewan Kelautan Indonesia Dr. Ir. Dedy Heryadi, Sutisna, MS. Kegiatan seminar ini dihadiri oleh Kepala BPPP Tegal Ir. Tatang Taufiq Hidayat, MS dan seluruh Pegawai BPPP Tegal.
Pada awal pembicaraan tersebut Sekretaris Dewan kelautan Indonesia menyampaikan Indonesia merupakan negara dengan 75% bagiannya adalah lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia- sebuah kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik. Sehingga secara ekonomi-politis sangat logis jika bidang kelautan dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi nasional. Sehingga Perlu konsep pembangunan nasional bagi negara kepulauan yang mampu mengintegrasikan antara pembangunan ekonomi berbasis darat dan laut secara berkelanjutan demi kemakmuran rakyat.
“ Ekonomi biru dimaksudkan untuk menantang para entrepreneur bahwa model bisnis ekonomi biru memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan, dengan menggunakan sumberdaya alam yang lebih efisien dan tidak merusak lingkungan, sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghasilkan produk dan nilai ekonomi yang lebih besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kesempatan untuk memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil” tutur Dedy.
Lebih jauh Dedy menambahkan “Pada dasarnya cara kerja ekonomi biru yaitu limbah dari suatu proses menjadi bahan baku atau sumber energi bagi industri yang lain”.
Berbicara mengenai kelautan bukan hanya sekedar berbicara ikan yang ada di laut akan tetapi banyak hal yang berkaitan mulai dari energi, transportasi, wisata, jasa, bangunan sampai industri. Sektor – sektor tersebut merupakan sektor utama dibidang kelautan yang dapat dikembangkan dengan model Blue Economy.
“Dalam rangka menyusun keterpaduan dan keharmonisan pembangunan ekonomi kelautan sehingga berkelanjutan,maka penyusunan kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan Berbasis Ekonomi Birudalam pembangunan nasional menjadi suatu keharusan,” tuturnya.
Cara ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan, pembangunan modal sosial dan meningkatkan pendapatan (revenue) tanpa mengeksploitasi dan merusak lingkungan, melainkan melestarikan dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, tambah Dedy.
Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut, Industri Kelautan, Perikanan, Pariwisata Bahari, Energi dan Sumberdaya Mineral, Bangunan Kelautan, Jasa Kelautan, dan Lintas Sektor Bidang Kelautan.
Diakhir pembicaraan Dedy menyampaikan Pembangunan nasional harus didasarkan pada keterpaduan geografis, keterpaduan ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar sektor, dan keterpaduan antar ilmu pengetahuan.
Sebagai penutup Dedy menambahkan “Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah pesisir, lautdan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri”.
Next > |
---|