MENGAPA KEPALA DAERAH TERLIBAT KORUPSI ?
- Diterbitkan: Kamis, 03 Juli 2014 02:25
- Dilihat: 7593
- 24 Jul
Buah reformasi 1998 adalah demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemerintahan daerah atau sering disebut otonomi daerah. Buah reformasi berikutnya adalah bahwa sebagai Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil masing-masing) harus dipilih langsung oleh rakyat dan tidak lagi melalui representasi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Untuk menjadi Kepala Daerah terbuka bagi siapapun asal terpenuhi syaratnya serta diusung oleh sebuah partai politik (parpol) dan/atau gabungan parpol, bahkan bisa juga tanpa diusung parpol yang disebut calon independen. Calon Kepala Daerah yang diusung parpol bisa dari kadernya sendiri dan/atau bukan, tetapi ia memerlukan parpol untuk mengusungnya. Pada titik yang terakhir ini, ibarat orang mau bepergian ke suatu tempat yang spesifikasi kendarannya tertentu dan tidak bisa disediakan oleh setiap orang. Tetapi setiap orang yang membutuhkan kendaraan tersebut akan dilayani dan diantar sampai ke tujuan dengan beberapa syarat. Jadi ibarat sewa kendaraan untuk dinaiki agar bisa terpenuhi syarat pencalonannya sebagai Kepala Daerah walau sesungguhnya bukan kadernya. Ujung dari analisis ini barangkali setiap pembaca akan mahfum, yakni kesepakatan yang ditandai dengan sejumlah angka bernilai tukar akan menjadi pengeluaran yang alias beban sang calon Kepala Daerah. Selain itu tentu akan dikeluarkan juga biaya-biaya lain dalam rangka sosialisasi calon, program-programyang ditawarkan, serta lain-lainnya yang semua itu merupakan investasi yang secara nalar sehat akan diperhitungkan harus kembali plus rentabilitas jika kelak terpilih dan memangku jabatan Kepala Daerah. Jadi paradigma sang calon bisa seperti orang berdagang yang menuntut kembali modal ditambah keuntungan, bukan hanya sekedar ”jer basuki mawa bea”. Untuk mengembalikan modal dan tambahannya itulah sang Kepala Daerah harus berpikir dan berusaha dengan kewenangan yang dimiliki. Melalui upaya dan strategi ini Kepala Daerah banyak terperosok pada lubang yang dibangun sendiri, dengan istilah populer terjebak dalam kubang perilaku korup. Terkait dengan ini ada tulisan dengan judul seperti tertulis di atas oleh Sutrisno (Guru SMPN 1 Wonogiri) pada Koran Pagi Wawasan yang terbit Selasa Kliwon, 27 Maret 2012 halaman 4 (Opini), yang selengkapnya seperti di bawah ini:
Selengkapnya...