INDONESIA MENUJU PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN
Pembangunan perikanan berkelanjutan (sustainable Fisheries) sebagai aktivitas perikanan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat berlangsung terus menerus pada tingkat yang wajar dengan mempertimbangkan kesehatan ekologi, meminimalkan efek samping yang mengganggu keanekaragaman, struktur, dan fungsi ekosistem, serta dikelola dan dioperasikan secara adil dan bertanggung jawab, sesuai dengan hukum dan peraturan lokal, nasional dan internasional untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan generasi masa depan.
Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan, termasuk bidang perikanan, mencakup tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. Tanpa keberlanjutan ekologi, misalnya penggunaan teknologi yang merusak atau tidak ramah lingkungan, akan menyebabkan menurunnya sumber daya ikan bahkan juga bisa punah, sehinggaakibatnya kegiatan ekonomi perikanan akan terhenti dan tentu akan berdampak pula pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Kemudian, tanpa keberlanjutan ekonomi, misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional, maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran untuk dapat menutup biaya produksi yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonominya akan menimbulkan berbagai konflik sosial di masyarakat penggunanya. Ketiga Aspek-aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Aspek ekologi memandang bahwa terjaganya keutuhan ekosistem alami sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Persyaratan yang harus dipenuhi tetapi belum dapat dipenuhi dengan baik oleh masyarakat perikanan dan mitra kerjanya untuk berlangsungnya model pembangunan berkelanjutan diantaranya adalah keharmonisan ruang, pemanfaatan sumberdaya ikan tidak boleh melebihi kemampuan pulih, eksploitasi sumberdaya kelautan harus dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan, dan pembuangan limbah yang tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan laut.
Pertama, keharmonisan ruang diperlukan dalam kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan. Penataan ruang suatu wilayah perlu dipetakan dengan membagi ke dalam 3 zona yaitu zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan. Pengelolaan dan fungsi masing-masing zona tersebut memiliki perbedaan meskipun merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi. Pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perairan saat ini masih dilakukan secara sektoral. Masing-masing sektor pembangunan melakukan pemanfaatan, pengelolaan dan pengaturan yang masih berjalan sendiri-sendiri. Dampak langsung dan tidak langsung dari pengelolaan yang masih sektoral tersebut adalah terhambatnya upaya pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Upaya keterpaduan menjadi prioritas utama untuk tercapainya pembangunan perikanan yang berkelanjutan tersebut. Terpadu dengan semua sektor pembangunan membutuhkan penegakkan wibawa melalui koordinasi lintas instansi dan lintas wewenang pusat dan daerah. Penegakkan wibawa tersebut dilakukan dalam rangka memadukan persepsi terhadap aspek hukum yang membatasi ruang lingkup pengelolaan berdasarkan basis ruang wilayah yang akan atau telah ditentukan. Tahap implementasi penataan juga harus dilengkapi dengan sistem pengawasan dan monitoring secara terpadu agar pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dapat segera dibenahi.
Kedua, tingkat pemanfaatan sumberdaya dapat pulih tidak boleh melebihi kemampuan pulih dari sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, di beberapa wilayah perairan Indonesia sudah terjadi pemanfaatan yang melebihi tangkapan maksimum yang lestari (MSY), dan pada perikanan budidaya laut juga sudah banyak lokasi yang melebihi tingkat daya dukung ekosistemnya. Akibat yang terjadi adalah semakin berkurangnya hasil tangkapan dan semakin rendahnya kualitas ikan hasil budidaya. Lingkungan perairan yang secara alamiah menuju keseimbangan ekosistem tersebut akhirnya menuju penurunan daya dukung yang dampaknya adalah semakin rendahnya pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pembatasan dan sistem closing area oleh pemerintah pada perairan-perairan yang sudah mengalami degradasi sumberdaya. Wewenang pemerintah dalam intervensi ini diperlukan agar sumberdaya yang menjadi sumber ekonomi masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan terus berkelanjutan.
Ketiga, eksploitasi sumberdaya tidak pulih harus dilakukan dengan cara yang tidak merusak lingkungan agar tidak mematikan kelayakan usaha sektor pembangunan lainnya. Kegiatan-kegiatan eksploitasi yang dilakukan pada sumberdaya tidak pulih tersebut harus mengindahkan kaidah pembangunan yang berkelanjutan yang menjaga lingkungan hidup lainnya. Upaya yang harus dilakukan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan merusak lingkungan adalah dengan penegakkan peraturan secara terkendali dan memberikan kompensasi ekonomi bagi masyarakat disekitarnya.
Keempat, pembuangan limbah yang memenuhi kapasitas asimilasi lingkungan. Sebagaimana dijelaskan pada persyaratan pertama, bahwa ekosistem dan habitat di perairan memiliki batas daya dukungnya. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang dan penataan pengawasan/pengendalian oleh pemerintah yang ketat agar industri dan penyumbang limbah lainnya dapat dikurangi tingkat pencemarannya.
Kelima, pembangunan kawasan harus sesuai dengan kaidah alam yang tidak merusak secara ekologis. Kawasan-kawasan pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan laut harus disesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungannya sehingga tetap terjaga keseimbangan ekologinya.
2. Aspek sosial, memandang pentingnya penekanan demokratisasi, pemberdayaan, peran serta, transparansi, dan keutuhan budaya sebagai kunci untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Proses pemberdayaan, peran serta dan transparansi saat ini masih menggunakan pola konvensional yang belum dilaksanakan dengan seutuhnya. Intervensi pemerintah dan keengganan mitra kerja dalam membangun sistem yang proporsional dan sistematis merupakan penghambat dalam pembangunan yang berkelanjutan. Keterbukaan dan memberikan ruang bagi pihak-pihak yang berperan serta sangat diperlukan dalam pembangunan yang berkelanjutan, sehingga setiap komponen saling mengenali dan berperan aktif.
3. Aspek ekonomi, perlunya memfokuskan perhatian pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam batasan ketersediaan modal dan kemampuan teknologi. Sumberdaya alam merupakan modal yang akan menjadi langka dan menjadi kendala bagi upaya kemakmuran, sedangkan sumberdaya manusia dengan kemampuan teknologinya akan menjadi tumpuan harapan untuk melonggarkan batas dan mengubah kendala yang ada sehingga perkembangan kemakmuran terus berlanjut.
Perikanan yang berkelanjutan bukan hanya ditujukan semata pada kelestarian perikanan dan ekonomi namun juga pada keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi. Disini diperlukan pendekatan manajemen yang inovatif dan alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan Penerapan Pembangunan perikanan berkelanjutan di indonesia adalah :
1. Meningkatkan Produksi dan Produksivitas Usaha Kelautan dan Perikanan. Pencapaian tujuan ini ditandai dengan:
- Meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional;
- Meningkatkan kapasitas sentra-sentra produksi kelautan dan perikanan yang memiliki komoditas unggulan;
- Meningkatkan pendapatan.
2. Berkembangnya Diversifikasi dan Pangsa Pasar Produk Hasil Kelautan dan Perikanan. Pencapaian tujuan ini ditandai dengan:
- Meningkatkan ketersediaan hasil kelautan dan perikanan;
- Meningkatkan branding produk perikanan dan market share di pasar luar negeri;
- Meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar.
3. Terwujudnya Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan. Pencapaian tujuan ini ditandai dengan:
- Terwujudnya pengelolaan konservasi kawasan secara berkelanjutan;
- Meningkatnya nilai ekonomi pulau-pulau kecil;
- Meningkatnya luas wilayah perairan Indonesia yang diawasi oleh aparatur pengawas Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Namun ada pertanyaan yang muncul Sudah siapkah Indonesia menerapkan pembangunan berkelanjutan? Pada dasarnya Negara Indonesia harus sudah siap untuk menerapkan pembangunan perikanan secara berkelanjutan ini, meskipun secara umum, aktivitas perikanan di Indonesia masih belum menunjukkan kinerja yang baik dan berkelanjutan. Hal ini, dapat dilihat dengan masih belum banyaknya jumlah usaha perikanan di Indonesia yang berjalan langgeng (bertahan dalam jangka panjang). Selain itu, sektor perikanan nasional juga masih cukup banyak menghadapi kendala atau permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan paling utama yang menjadi penyebab perikanan di Indonesia belum berjalan secara berkelanjutan adalah masih lemahnya sistem pengelolaan perikanan (fisheries management system), baik untuk perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Pengelolaan perikanan yang lemah, baik secara langsung maupun tidak langsung, tentunya akan menimbulkan ketidakteraturan dan tidak terkendalinya usaha perikanan nasional, yang pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas perikanan nasional menjadi tidak berkelanjutan. Dengan demikian, agar perikanan yang berkelanjutan tersebut dapat segera terwujud, maka tentunya harus diimbangi dengan regulasi dan kebijakan yang tepat dan efektif.
Untuk menuju penerapan pembangunan perikanan berkelanjutan, Indonesia telah melakukan beberapan upaya agar pengelolaan perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan antara lain :
1. Menetapkan Batas wilayah : ada kejelasan batas wilayah yang kriterianya adalah mengandung sumber daya yang bernilai bagi masyarakat.
2. Perketat Peraturan : seperangakat aturan berisikan hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Peraturan tersebut termasuk didalamnya mengenai peraturan operasional seperti alat tangkap apa yang boleh dipakai, batas maksimal pemanfaatan sumberdaya, dsb.
3. Kejelasan Hak : seperangkat hak yang bersifat mengelompokkan hak akses orang-orang terhadap sumberdaya sehingga mereka tidak bisa seenaknya memanfaatkan bahkan mengeksploitasi sumberdaya yang ada.
4. Kewenangan pemegang otoritas merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat lokal, bersifat formal maupun informal.
5. Pemberian Sanksi : sanksi dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dan bertujuan untuk menghukum para pelanggar hak. Diterapkannya sanksi merupakan indikator berjalan tidaknya suatu aturan.
6. Pemantauan dan pengawasan: Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat lokal dengan mekanisme pengawasan yang telah disepakati bersama.
OLEH :
Ade Yunaifah Afriyani, SE (Widyaiswara BPPP Tegal)
http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2012/10/visi-misi-tujuan-dan-sasaran-strategis.html
http://www.bappenas.go.id/files/7614/4401/4206/Strategi_Pengelolaan_Perikanan_Berkelanjutan.pdf
http://saidinanakampun.blogspot.co.id/2014/10/perikanan-berkelanjutan.html