Mengapa bencana Terus Menderita
Oleh : Munasor, Widyaiswara Utama BPPP Tegal, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sehubungan dengan banyaknya musibah yang hadir di tanah Nusantara yang kita cintai pada kurun akhir-akhir ini dan untuk mengingatkan diri kita akan kejadian dimaksud, dibawah ini diturunkan suatu tulisan yang disarikan dari tulisan Diyah Kusumawardhani pada Majalah Sabili No. 3 TH. XIV hal 27 s.d. 29 dengan judul seperti di atas, yaitu sebagai berikut.
Bencana yang sering terjadi di wilayah negara Republik Indonesia, tidaklah muncul dengan sekonyong-konyong. Apakah bencana dimaksud bernuansa peringatan dari Allah, atau telah berubah menjadi azab Allah?
Bencana tidak mesti sama dengan murka alam. Bencana mempunyai tiga makna dalam kitabullah al-Qur’an, yaitu merupakan: musibah, ujian, dan azab. Suatu keadaan, seperti perang, kerusakan iman dan kebobrokan moral secara jamaah, serta hal-hal yang berakibat kepada kerusakan dapat dikategorikan sebagai suatu bencana. Biasanya kehancuran itu berawal dari kerusakan, dan kerusakan merupakan akibat dari bencana. Jika suatu Negara sering tertimpa bencana, sehingga muncul kerusakan dimana-mana, maka apa sebenarnya yang sedang mendera negara tersebut? Apakah setahap demi setahap sedang menuju kehancuran?
Dalam surat al-An’am: 44, Allah mengisaratkan, “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah disampaikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”
Selanjutnya dalam surat al-Isra’: 16, lebih dipertegas lagi dengan fiman Allah, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakakan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku keputusan Kami terhadap mereka, kemudian Kami hancrkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Berdasarkan kedua ayat tersebut di atas, dijelaskan bahwa kehancuran suatu negeri terjadi Karena dua sebab. Pertama, manusia yang mulai melupakan penciptanya, yaitu Allah SWT. Hal ini sebagai akibat dari rusaknya iman dan akhlak. Manakala iman kepada Allah sudah rusak, maka secara otomatis akan lahir sikap membangkang terhadap aturan-aturan Allah. Seperti yang kita saksikan, yaitu meluasnya perzinahan dan perjudian.
Dalam suati hadits yang diriwayatkan Thabrani dan al-Hakim, Rasulullah saw bersabda, “Apabila perzinahan dan riba sudah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab Allah atas mereka sendiri.” Kedua, para pemimpin yang membuat kerusakan di muka bumi. Seperti, korupsi yang merajalela, kebijakan yang menzalimi umat, pejabat yang membekingi perjudian dan tempat-tempat maksiat, pemimpin yang membenci syariat Allah, adalah sebagian kecil dari banyak hal yang mampu membuat kerusakan di bumi. Kaum ‘Ad dihancurkan oleh Allah karena takabbur serta merasa paling berkuasa dan kuat. Mereka merasa tidak ada yang dapat mengalahkan mereka, sehingga mereka berkata: “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari kami? (QS Fushilat: 15). Kehancuran juga menerpa Fir’aun, Namrudz, dan lainnya. Rasulullah saw hampir saja dikalahkan dalam perang Hunai, karena kaum Muslimin merasa hebat. Hal ini lantaran julah mereka l;ebih banyak ketimbang kaum kuffar (QS at-Taubah: 25).
Lalu, bagaimana denga Indonesia? Ketua Komisi Fatwa MUI, K.H. Ma’ruf Amin berkomentar, “Secara pasti kita tidak tahu apakah bencana yang melanda Indonesia secara beruntun merupakan ujian atau azab. Hanya Allah yang tahu. Tapi yang jelas, kita telah melakukan kesalahan-kesalahan dan perlu melakukan introspeksi diri terhadap kesalahan-kesalahan kita di masa lampau. Kita anggap musibah ini sebagai bayaran dari kesalahan-kesalahan itu. Karena banyak perzinahan, perjudian, dan perbuatan melanggar aturan Allah yang menyerang negeri kita serta merusak lahiriyah dan maknawiyah kita.”
Asymuni Abdurrahman, penasihat PP Muhammadiyah menyatakan, penyebab datangnya musibah Allah itu karena kurang tegaknya keadilan. “Keadilan tidak ditegakkan di tengah keluarga dan masyarakat. Padahal menegakkan keadilan adalah perintah Allah. Karena substansi dari keadilan itu dekat kepada takwa. I’dilu akrabu littaqwa, berlaku adillah karena keadilan itu dekat dengan takwa,” ujarnya.
Ustadz Ahzami Sami’un Jazuli mengatakan, jangan sampai musibah yang menimpa Indonesia ini berubah menjadi azab. Menurutnya, jika musibah terjadi karena kemaksiatan suatu kaum, maka itu dapat berubah menjadi azab.
Ketika kita diuji Allah, maka yang pertama, mereka harus paham betul ketentuan Allah. Kedua, ketentuan Allah untuk orang-orang beriman itu pasti yang terbaik. Misal, saat Nabi dan pasukan Muslimin kalah dalam perang Uhud. Itu bukan semata-mata keburukan. Namun dari kekalahan ini kaum Muslimin bisa mengambil pelajaran sepanjang masa, bahwa ketika umat Islam tidak taat kepada pemimpinnya (Rasul), ternyata mereka tergoda oleh dunia dan berujung pada kekalahan.
Sekarang, kita juga tidak selamanya diuji dengan yang tidak menyenangkan seperti gempa dan tsunami. Tapi sebagian dari mereka diuji dengan harta, ketenaran, kekuasaan,
dan lain-lain. “Jika kita bisa menyikapi, ini semua dapat menjadi kebaikan bagi kita. Seharusnya musibah-musibah ini juga dapat dijadikan cara untuk menumbuhkan optimisme kita. Itu akan bisa terwjud kalau kita benar dalam menyikapi sebuah musibah,” kata Ahzami.
Sungguh, bencana-bencana yang terjadi di muka bumi ini adalah ujian bagi para penghuninya. Dari sini akan diketahui siapa yang lebih baik amalnya (QS al-Mulk: 2). Semua kerusakan-kerusakan itu tidak luput dari ulah manusia yang berhati kotor. Akidah yang terkikis juga turut andil. Untuk itu, kita harus sering memohon ampun kepada Allah dan memperbarui taubat, agar dijauhkan dari bencana.
Selanjutnya di bawah ini dikutipkan terjemahan Firman Allah SWT dalam al-Qur’an, surat al-Ahqaaf ayat 21 s.d. ayat 28 untuk bahan renungan bagi kita semua, yaitu:
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia member peringatan kepada kaumnya di al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan): “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”(21). Mereka menjawab: “Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”(22). Ia (Hud) berkata: “Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allaah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh”(23). Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya dating dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih (24), yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecyuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa (25). Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya (26). Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat) (27). Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan (28).